Disusun
untuk memenuhi tugas mata
kuliah Biodiversitas
Disusun Oleh :
Ensina Sawor Dea
P.
M0409018
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
Major Histocompatibility Complex(MHC)
Major Histocompatibility Complex (MHC) adalah satu set molekul yang ditampilkan
pada permukaan sel yang bertanggung jawab untuk pengakuan limfosit dan
"presentasi antigen". Molekul-molekul MHC mengontrol respon imun
melalui pengakuan dari "self" dan "non-self" akibatnya
menjadi target dalam penolakan transplantasi.
Major Histocompatibility Complex(MHC) dikodekan oleh beberapa gen terletak
pada kromosom manusia 6. Kelas I molekul dikodekan oleh daerah BCA sementara kelas
II molekul dikodekan oleh daerah D. Sebuah wilayah antara kedua pada kromosom 6
mengkodekan molekul kelas III, termasuk beberapa komponen komplemen.
Histokompatibilitas kompleks Mayor (MHC) merupakan molekul permukaan sel
dikode oleh gen keluarga besar di semua vertebrata. Molekul MHC memediasi
interaksi leukosit, juga disebut sel-sel darah putih (leukosit), yang merupakan
sel-sel yang berfungsi sebagai kekebalan tubuh, dengan leukosit atau sel-sel
tubuh. MHC menentukan kompatibilitas donor untuk transplantasi organ serta
kerentanan seseorang terhadap penyakit autoimun melalui crossreacting
imunisasi. Pada manusia, MHC juga disebut antigen leukosit manusia (HLA).
Karena panjang dan besar DNA dalam MHC termasuk seluruh lini gen
cenderung mendapatkan warisan bersama-sama, jadi dapat dikelompokkan dengan set
seluruh variasi DNA yang sama. Karena variasi warisan atau 'linkage
disequilibrium' sangat kuat dalam MHC maka sangat sulit untuk membongkar apa
yang ada di balik setiap perubahan DNA yang satu terkait dengan penyakit
tertentu. Bisa jadi ada hubungan dengan gen tertentu yang berpengaruh atau bisa
juga lain dari banyak gen yang erat digabungkan untuk itu.
Tubuh memiliki banyak lapisan kontrol untuk memastikan gen hanya aktif di
tempat yang tepat dan dalam jumlah yang tepat. Proses sentral tentu saja sama
yaitu urutan DNA menjadi RNA membaca kode dari mana protein diproduksi. Tetapi
pada setiap tahap ada checks and balances
untuk memastikan setiap gen dan produk bekerja pada tingkat yang tepat untuk
menjaga proses pengkodean.
Mungkin perubahan DNA bisa mengubah struktur protein yang dikodekan oleh
gen, tetapi juga dapat mengubah aktivitas gen atau kontrol yang lain. Ini bisa
mengubah gen atau mematikan, atau mengubah bentuk akhir protein yang
dihasilkan.
Dalam studi lainnya didapati bahwa variasi genetika dalam HLA (Human
Leukocyte Antigen) turut menentukan siapa yang akan menjadi pasangannya, studi
tersebut mengamati mekanisme MHC (Major Histocompatibility Complex) dalam
kaitannya dengan variasi HLA. Dua studi turunannya telah dilakukan, salah satunya
melibatkan patogen (agen penyebab penyakit) dan yang lainnya tidak melibatkan
patogen.
Dalam hal HLA, allela (pasangan gen) menunjukkan ko-dominasi (sama
dominannya antar dua gen yang berpasangan), dengan akibat bahwa heterozigot
dapat merespon antigen 'non-self
pathogenic' secara lebih luas (lebih banyak antigen yang dapat terdeteksi),
dan sistem kekebalan dari individu yang heterozigot juga dapat mengikat dua
kali lebih banyak peptida (atau protein) asing, dibandingkan dengan seorang
individu yang homozigot. Molekul HLA mengikat dan menunjukkan pecahan sel-sel
penyakit pada permukaan membran sel, di mana kemudian akan dikenali oleh
T-Cells. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lebih banyak jenis molekul HLA
dapat berakibat pada ketahanan terhadap penyakit secara lebih luas. Lalu
kemudian dapat disimpulkan bahwa individu yang heterozigot lebih diuntungkan
oleh seleksi alam.
Referensi
Alberts, S. and Ober, C. 1993. Genetic variability in
the major histocompatibility complex: a review of non-pathogen-mediated
selective mechanism. Yearb Phys Anthropol
36:71–80
Brown, J. L. 1997. A theory of mate choice based on heterozygosity. Behav Ecol 8:60–5
MHC Sequencing Consortium. 1999. Complete sequence
and gene map of the human major histocompatibility complex. Nature 401:921–3
Milinski, M. 2006. The major histocompatibility
complex, sexual selection and mate choice. Annu
Rev Ecol Evol Syst 37:159–86
Roberts T, Roiser JP. 2010. In the nose of the
beholder: are olfactory influences on human mate choice driven by variation in
immune system genes or sex hormone levels?. Exp. Biol. Med. 235:1277-1281.
ThornhillR, GangestadSW, MillerR, ScheydG,
McColloughJK, FranklinM. 2003. Major histocompatibility complex genes, symmetry
and body scent attractiveness in men and women. Behav Ecol 14:668–78
Vandiedonck,C. 2000. MRC Human Genetics. United Kingdom:
OxfordUniversity Press.
Keanekaragaman
flora pada kawasan Praci, Wanagama, dan Ngelanggeran dipengaruhi oleh factor
abiotik yang meliputi suhu, pH, kelembapan tanah, intensitas cahaya dan keadaan
tanah. Jenis flora pada daerah praci kebanyakan floranya merupakan tanaman
budidaya semisal pohon Nangka, pohon Pisang, pohon Pepaya, pohon Mangga, pohon
kelapa, namun ada pula tanaman hutan semisal jati. Sedangkan pada daerah
wanagama dan ngelanggeran flora yang banyak terdapat disana merupakan tanaman
hutan yaitu Jati, Mahoni, Akasia, Pule ireng, sengon, lirisidi, duwet, rempeni
dan sebagainya. Untuk perhitungan indeks diversitas didapat hasil yang
tertinggi adalah Petai Cina yang terdapat pada wilayah Pracimantoro bagian
barat dengan nilai 0,159, Jati yang terdapat pada wilayah Wanagama dengan nilai
0,158, dan Rumpeni yang terdapat pada wilayah Nglanggeran 0,16.
Kata kunci:
Kasrt, Praci, Wanagama, Nglanggeran.
ABSTRACT
Diversity of florainthe regionPraci,
Wanagama, andNgelanggeraninfluencedbyabioticfactorsincludingtemperature, pH, soil
moisture, light intensity andsoilconditions. Type offlorain theareapracifloraismostlycultivated plantssuch asJackfruittrees,
bananatrees, papayatrees, mangotrees,
coconuttrees, butthere are alsocropssuch asteakforests.
While in theareangelanggeranWanagamaandflorathat is widely availablethereis aforest plantthat isTeak, Mahogany, Acacia, Puleireng,
sengon, lirisidi, Duwet, rempeniandso on. For thecalculation
ofdiversityindicesobtainedthe highestresultsarecontainedinChinaPetaiPracimantorothe westernregionwith a value of0.159, TeakWanagamacontained inthe regionwith a value of0.158, andcontained in
theregionRumpeniNglanggeran0.16.
Keyword: Karst, Praci,
Wanagama, Nglanggeran.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Karst diartikan sebagai bentang alam khas yang
berkembang di suatu kawasan batuan karbonat (batu gamping dan dolomit) atau batuan
lain yang mudah larut dan telah mengalami proses karstifikasi atau pelarutan
sampai tingkat tertentu (Siradz, 2004). Karena faktor yang mempengaruhi
pembentukan batuan karbonat bermacam-macam menyebabkan bentang lahan yang
dibentuknya juga beraneka ragam. Pelarutan tersebut akan menghasilkan
bentukan-bentukan yang khas yang tidak dapat dijumpai pada batuan jenis lain.
Gejala pelarutan ini merupakan awal dari proses karstifikasi. Morfologi yang
dihasilkan oleh batuan karbonat yang mengalami karstifikasi dikenal dengan
sebutan bentang lahan karst.
Saat ini kawasan karst banyak mendapat ancaman
kerusakan oleh ketidaktahuan masyarakat terhadap fungsi karst itu sebagai
sumber daya air dan keanekaragaman hayati dan fungsi ekologis. Masyarakat hanya
mengenal karst sebagai bahan galian untuk bangunan, semen, kapur tohor dan
marmer. Sehingga pemanfaatan karts oleh masyarakat kurang memperhatikan aspek
kelestarian fungsi lingkungan sebagai penunjang pembangunan termasuk
pembangunan pertanian berkelanjutan (Siradz, 2004).
Ekosistem karst merupakan keseluruhan komponen
abiotik, biotik, dan budaya yang berada di bentang alam kawasan karst.
Kandungan hara dan sifat tanah karst mempengaruhi jenis – jenis flora dan fauna
yang hidup disana. Karakteristik wilayah di ekosistem karst yang sangat
spesifik menimbulkan berbagai permasalahan, terutama menyangkut fungsi dan daya
dukung ekosistem karst terhadap aktivitas kehidupan manusia yang berada
didalamnya. Berbagai permasalahan yang muncul dapat diklasifikasikan dalam
permasalahan lingkup abiotik, biotik dan sosial.
Informasi ini dapat menggambarkan / memprediksi
tingkat dan luasnya penyebaran yang mungkin akan terjadi (potential spread)
berdasarkan pengetahuan tentang habitat-habitat yang lebih disukai jenis-jenis
tersebut di tempat aslinya; juga dampak yang mungkin terjadi berdasarkan
pengetahuan tentang kompetisi karena tekanan preferensi makanan, ukuran
kelompok/ populasi dan densitas/kepadatan; serta pengendalian alam terhadap
populasi jenis eksotik tersebut (pengendalian oleh atau karena penyakit,
pemangsa-pemangsa dan kompetisi yang berasal dari organisme-organisme lain).
Pertanian pada lahan karst pada saat ini masih
bersifat tradisional. Tanaman pangan berupa jagung, ketela pohon dan kacang
tanah dengan sistem tumpang sari dan / atau tumpang gilir merupakan tanaman
andalan petani. Meskipun demikian pada beberapa tempat telah ada usaha petani
untuk menanam “cash crop” yang bernilai ekonomi tinggi. Wawasan untuk menanam
komoditas yang bernilai ekonomi tinggi perlu mendapat dukungan dari semua pihak
sebab cara ini merupakan alternatif untuk mengangkat kesejahteraan dan harkat
petani setempat. Dalam hubungan ini dukungan pihak perguruan tinggi berupa
penelitian-penelitian yang bermuara pada pengembangan pertanian spesifik lokasi
sangat diperlukan.
Kebutuhan ekonomi masyarakat yang tinggi
menyebabkan terjadinya konversi dari hutan alam menjadi hutan tanaman dengan
jenis – jenis komersial yang bernilai tinggi seperti jati, mahoni, sonokeling,
akasia, lamtoro, kelapa, kapuk randu, dll. Kondisi ini akan menghilangkan keanekaragaman
hayati dari jenis – jenis tumbuhan yang tidak berniai ekonomi tinggi. Tekanan
masyarakat terhadap lahan menyebabkan kerusakan dan hilangnya keanekaragahan
hayati, karena tingginya kebutuhan tanpa diimbangi dengan konservasi.
Salah satu persoalan pokok yang dijumpai pada
lahan karst adalah ketidak seimbangan hara tersedia di dalam tanah. Lahan karst
yang berkembang dari batuan induk gampingan biasanya mempunyai kandungan hara
kalsium (Ca) tersedia yang sangat tinggi sampai berlebihan, sedangkan hara lain
misalnya fosfat dan hara mikro ketersediaanya sangat rendah. Fosfat di dalam
tanah akan dijerap dengan kuat oleh kalsium membentuk ikatan kalsium fosfat
yang tidak tersedia bagi tanaman. Gejala chlorosis fosfat merupakan gejala
defisiensi yang sering terlihat pada lahan karst. Selain fosfat, nitrogen
umumnya juga sangat rendah karena bahan organik yang rendah. Selain
kandungannya rendah, taraf dekomposisi bahan organik lambat karena lengas tanah
rendah. Lebih lanjut, dalam kondisi ketersediaan hara kalsium yang sangat
tinggi dapat mengakibatkan interaksi serapan hara yang kurang menguntungkan,
misalnya menurunnya serapan hara mikro (Siradz, 2004).
4.Mengetahui
struktur, karakter, dan komposisi spesies ekosistem pegunungan karst.
D.Manfaat
Pratikum
ini bermanfaat untuk mengetahui dan menganalisis penyebaran dan struktur
keanekaragaman hayati ekosistem, spesies, identifikasi biota dan komposisi
vegetasi ekosistem pegunungan karst serta kondisi abiotiknya.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity)
adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara
ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup
gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan
proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat
juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem
atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran
kesehatan sistem biologis. Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara
merata di bumi. Wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya,
dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator
(Leveque dan Mounolou, 2003).
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas
(biodiversity) adalah semua kehidupan diatas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur
dan mikrioorganisme, serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan
keanekaragaman sistem ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya
kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang
berasal dari semua habitat baik ada yang ada di darat, laut maupun
sistem-sistem perairan lainnya (Leveque dan Mounolou, 2003).
Keanekaragaman hayati adalah ukuran dari
banyaknya hewan, tanaman, dan mikroba berbagai species yang berbeda secara
genetik dan ekosistem yang saling mendukung di dalamnya. Keanekaragaman yang
tinggi berarti ada banyak species yang berbeda dalam suatu daerah. Pada
distribusi keragaman pada skala spasial digambarkan dalam ekologi sebagai alfa,
beta, dan gamma keragaman (Sarkar, et.al, 2010).
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di
bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan
belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga sekitar 600 juta tahun yang
lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa,danorganisme
uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan
ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan
eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi,
iklim, dan luar angkasa (Leveque dan Mounolou, 2003).
Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada
berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai
organisme tingkat tinggi. Misalnya dari makhluk bersel satu hingga makhluk
bersel banyak; dan tingkat organisme kehidupan individu sampai tingkat
interaksi kompleks, misalnya dari spesies sampai ekosistem (Wright, B. E. 2010)
Karst merupakan medan dengan bentuk
lahan dan hidrologi khas yang terjadi akibat gabungan dari batuan mudah larut
dan porositas sekunder yang berkembang baik. Bentang lahan karst dimunculkan
oleh adanya perkembangan hidrologi bawah permukaan yang luar biasa .
Diperkirakan kawasan karst meliputi 7- 10% total lahan dunia, Indonesia
memiliki kawasan karst yang jumlahnya diperkirakan mencapai lebih dari 15,4
juta hektar dengan kawasan karst Pegunungan Sewu merupakan salah satu
diantaranya.( Notohadiprawiro. 2000)
Gunung api purba adalah gunung api yang pernah aktif pada
masa lampau, tetapi sekarang ini sudah mati dan bahkan tererosi lanjut.
Penampakannya sudah tidak sejelas gunung api aktif masa kini, tetapi diyakini
letaknya masih in situ. Informasi keberadaan gunung api purba ini sangat
penting untuk memahami kondisi geologi suatu daerah, perkembangan vulkanisme
dan kemungkinan mineralisasi bentukan asalnya (volcanogenic minerals).
Laporanini bertujuan untuk
mengidentifikasi keberadaan gunung api purba yangterutama keanekaragaman flora dan
faunanya.(Bronto dan Hartono, 2003).
Dari hasil penelitian yang di tulis
dalam Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009:
253-267bahwa daerah penelitian merupakan bekas gunung api purba yang
fasies pusatnya terletak di dalam cekungan berbentuk tapal kuda, membentuk
pegunungan intrusi basal propilit-argilik dan di dalamnya terdapat cebakan
mineral logam Fe, Cu, Pb, dan Zn. Fasies proksimal berupa pegunungan basal
propilit, tersusun oleh perlapisan aliran lava basal, yang sebagian membentuk
struktrur bantal. Konsep gunung api purba ini dapat digunakan untuk mengetahui
keterkaitan potensi sumber daya mineral logam dengan fasies pusat gunung api
tersebut. (Rus Abdissalam. 2009)
Dari hasil penelitian yang di tulis dalam
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (1) (2006) p: 1-12 ini dapat
disimpulkan: 1). Perbedaan bentang lahan karst yakni poligonal, labyrinth dan
residual karst menyebabkan terjadinya perbedaan beberapa sifatmorfologi, sifat
fisik dan sifat kimia tanah. 2). Tanah yang berkembang diatas bentang lahan
karst tidak berkembang secara insitu. Bahan induktanah tidak berasal dari batu
gampingmelainkan dari bahan induk abu volkanmerapi. 3). Bentang lahan
poligonal, labyrinth dan residual karst mempunyaijenis mineral yang sama yakni
lithic, feldspar, kwarsa, piroxin, hornblendedan opak. 4). Tingkat perkembangan
tanah pada ketiga bentang lahan yakni poligonal, labyrinth dan residual karst
yang menunjukkan perkembangan tanah lanjut yakni pada daerah lembah tapi hal ini
kontradiktif dengan indeks pelapukan tanah menurut Jackson (1968). 5).
Berdasarkan hasil pengamatan profil dan analisis laboratorium terdapat tiga
ordo tanah pada ketiga bentang lahan karst yakni ordo Inceptisol, Entisol dan
Alfisol. (Ulfiyah. 2006)
Green Mountain dapat mengajarkan kita banyak
kepentingan teoritis tentang bagaimana ekosistem yang dibangun dan fungsi. Hal
ini juga memberi kita beberapa optimisme terbatas yang kita dapat menciptakan
sistem yang mampu memberikan jasa ekosistem, seperti penyerapan karbon, dan
membantu untuk mempertahankan proses ekologis penting dalam humandominated
dunia. Namun demikian, artifisial dibangun sistem akan hilang beberapa
keragaman dan regional keanehan yang begitu memikat naturalis. (David. 2004)
Vegetasi dikembangkan secara signifikan antara1997 dan
2002 pada transek barrens. Dalam 20 m dari refugia, mana gradien floristic yang
terkuat, kesamaan antarasampel yang
berdekatan telah meningkat tajam. Jadi vegetasi menjadi lebih homogen. Hal
initidak mungkin bahwa proses ini akan menyebabkan tingkat tinggi kesamaan
karena herbadan vegetasi
semak rendah merespon banyak variabel yang menjaga heterogenitas. Ini termasuk
variasi habitat (del Moral, 1993), gangguan berulang, dan herbivora lokal.
Meningkatkan kesamaan antara sampel yang berdekatan dengan refugia dan barrens
lebih jauh menyiratkan bahwa efek kompetitif dan ketekunan dari beberapa
spesies mulai menimpaefek dari
penyebaran lokal karena refugia. Dari 1997, parasut spesies (tidak termasuk
spesies bantalan spora) menurun dalam mutlak penutup 1,40-0,70%. Glider tidak
berubah (0,45 di1997, 0,43
pada tahun 2002), sedangkan gelas meningkat dari 2,00 ke 3,57%. Spesies pionir
lainnya meningkat kuat dari 0,30 ke 4,26%. Lagi tinggal, yang lebih besar,
lebih gigih dan spesies yang mengerahkan dominasi atas spesies parasut yang
dapat barrens menjajah segera setelah letusan dengan membangun populasi pada
margin refugia(
Roger.2005)
BAB
III
METODE
I.Waktu
dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 3 Desember 2011 di tiga kampung di Praci,
dimana dalam satu kampung dilakukan wawancara dengan warga dan pengamatan di
sisi utara, selatan, barat dan timur. Selain itu dilakukan pengamatan di
Wanagama pada hari yang sama dengan satu stasiun yang dilakukan tiga kali
ulangan. Pada hari Minggu, 4 Desember 2011 dilakukan wawancara disekitar
Kampung Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran serta pengamatan dan pendakian
ke Gunung Api Purba.
II.Alat
A.Keanekaragaman
Tumbuhan Berkayu (Pohon dbh > 10 cm
dan Anak Pohon dbh 4 – 10 cm) (Flora I)
1.Warga
kampung Praci, Wanagama, Nglanggeransecukupnya
IV.Cara
Kerja
A.Keanekaragaman
Tumbuhan Berkayu (Pohon dbh > 10 cm dan Anak Pohon dbh 4 – 10 cm) (Flora I)
1.Ditentukan
stasiun pengukuran dengan pembagian plot – plot tiap stasiun, sisi sebelah
barat, timur, selatan dan utara.
2.Dibuat
kuadrat pada setiap plot dengan ukuran (10 m x 10 m) atau (5 m x 5 m)
menggunakan patok dan rafia.
3.Semua
spesies pohon dan anak pohon berkayu dalm kuadrat dicatat jumlahnya serta
diameter batang setinggi dada (pohon dbh > 10 cm dan anak pohon dbh 4 – 10
cm).
4.Identifikasi
nama spesies (apabila belum diketahui nama spesiesnya dilakukan dokumentasi
atau diambil contoh bagian – bagian dari tanaman tersebut).
5.Hasil
pengamatan ditabulasi dan dihitung nilai penting dan indeks diversitas Shannon
– Wienner.
6.Dilakukan
karakterisasi pohon dan anak pohon spesimen spesifik di stasiun Nglanggeran (paling
sering ditemui dan khas), dilakukan determinasi seperti membuat werstuk.
B.Keanekaragaman
Herba Liar (Flora II)
1.Ditentukan
lokasi sampling yang dominan ditumbuhi rumput atau herba liar.
2.Dibuat
kuadrat dengan ukuran (50 cm x 50 cm) kemudian dibuat daftar spesies rumput
atau herba yang dijumpai, apabila nama spesies belum diketahui maka dilakukan
koleksi atau didokumentasikan.
3.Kuadrat
diperlebar hingga 2x, 3x, 4x hingga ditemukan minimal 2 kuadrat dengan jumlah
spesies yang stabil (tidak ditemukan spesies baru).
4.Dihitung
jumlah spesies rumput dan herba yang ditemukan dan jumlah individunya.
5.Dihitung
dominansi mutlak dan relatif, frekuensi mutlak dan frekuensi relatif, nilai
penting, dan indeks keanekaragaman menggunakan ID Simpson.
6.Dilakukan
karakterisasi herba liar spesimen spesifik di stasiun Nglanggeran (paling
sering ditemui dan khas), dilakukan determinasi seperti membuat werstuk.
C.Makrofauna
Tanah (Fauna I)
1.Ditentukan
lokasi sampling (4 lokasi galian)
2.Dibuat
kuadrat dengan ukuran (30 cm x 30 cm) menggunakan rafia.
3.Dibuat
lubang galian pada kuadrat tersebut sedalam 30 cm.
4.Dilakukan
pengamatan dan dicatatjenis – jenis
hewan yang tertangkap (dikarakterisasi morfologinya).
5.Hewan
tanah yang tertangkap dikoleksi dalam kantong plastik dan diberi formalin 4%.
6.Dihitung
Indeks Diversitas menggunakan ID Simpson.
7.Dilakukan
karakterisasi makrofauna tanah spesimen spesifik di stasiun Nglanggeran (paling
sering ditemui dan khas), dilakukan determinasi.
3.Diamati
dan dicatat jenis – jenis megafauna yang terlihat.
4.Dilakukan
dokumentasi untuk hewan yang belum diketahui namanya.
5.Dihitung
jumlah spesies yang ditemukan.
6.Dilakukan
koleksi apabila memungkinkan.
7.Dilakukan
karakterisasi megafauna spesimen
spesifik di stasiun Nglanggeran (paling sering ditemui dan khas), dilakukan
determinasi.
E.Wawancara
Kebudayaan
1.Dilakukan
wawancara atau pembagian kuisioner kepada warga masyarakat sekitar.
2.Dilakukan
dokumentasi.
3.Data
yang didapat ditabulasi.
F.Pengukuran
Faktor Abiotik
1.Dilakukan
pengukuran faktor abiotik (pH tanah, kelembapan tanah, suhu udara dan
intensitas cahaya) pada setiap plot dengan 3 kali ulangan.
BAB
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
Tabel
1. Flora 1 Tanaman Berkayu , Herba atau Pohon di Kawasan Praci
Plot
I
Utara
Selatan
Barat
Timur
-Jati
Jumlah=7
Kell=9,04cm
-Kelapa
Jumlah=2
Kell=8,95cm
-Randu
Jumlah=1
Kell=3,4cm
-Lamtoro
Jumlah=1
Kell=2,6cm
-Jati
Jumlah=1
Kell=14cm
-Jati
Jumlah=5
Kell=58,2cm
-Petai cina
Jumlah=7
Kell=29,85cm
-Mangga
Jumlah=3
Kell =56,33cm
-Nangka
Jumlah=2
Kell = 28cm
-Akasia
Jumlah=1
Kell=21cm
-Pisang
Jumlah=3
Kell rata-rata
=36cm
-Mangga
Jumlah=2
Kell rata-rata
=62cm
Plot
II
Utara
Selatan
Barat
Timur
-Nangka
Jumlah 1
Kell=38cm
-Jati
Jumlah= 7
Kell
rata-rata=
13,64cm
-Jati
Jumlah=2
Kell
rata-rata=
24cm
-Jati
Jumlah=1
Kell=12cm
-Yodium
Jumlah=1
Kell=10cm
-Mindi
Jumlah=1
Kell=10cm
-Pepaya
Jumlah=1
Kell=35cm
-Petai cina
Jumlah=1
Kell=9 cm
-Jati
Jumlah=3
Kell
rata-rata=
20,83cm
Plot
III
Utara
Selatan
Barat
Timur
-Jati
Jumlah=2
Kell
rata-rata=11,25cm
-Lamtoro
Jumlah= 1
Kell= 5cm
-Nangka
Jumlah=3
Kell
rata-rata=
45,5 cm
-Jambu air
Jumlah=1
Kell=9,7cm
-Kedondong
Jumlah=1
Kell=6,5cm
-Nangka
Jumlah=1
Kell=25cm
-Melinjo
Jumlah=1
Kell=116cm
-Jati
Jumlah=2
Kell rata-rata
=58,5cm
Tabel
2. Flora 1Tanaman Berkayu, Herba atau Pohon di
KawasanWanagama
Utara (plot 1)
Selatan (plot
II)
Barat(plot
III)
Timur (plot
IV)
-Mahoni
Jumlah=6
Kell
rata-rata=12cm
-Jati
Jumlah=5
Kell
rata-rata=13cm
-Akasia
Jumlah=4
Kell
rata-rata=10cm
-Mahoni
Jumlah=2
Kell
rata-rata= 15cm
-Akasia
Jumlah=3
Kell
rata-rata=13cm
-Akasia
Jumlah=3
Kell rata-rata
=31cm
-Gambilana
Jumlah=5
Kell rata-rata
=10,6 cm
-Bohemia
Jumlah=3
Kell rata-rata
=1,5cm
-Jati
Jumlah=5
Kell
rata-rata=30,3cm
Tabel
3.Flora 1Tanaman Berkayu, Herba atau Pohon di Kawasan Nglanggeran Yogyakarta
Plot
I
Plot
II
Plot
III
Plot
IV
-Akasia
Jumlah=11
Kell
rata-rata=32,94cm
-Juwet
Jumlah=1
Kell=25cm
-Anacardium
Jumlah=1
Kell=70cm
-Pule ireng
Jumlah=8
Kell rata-rata
=39,53 cm
-Rempeni
Jumlah=5
Kell rata-rata
=5,3cm
-Akasia
Jumlah=2
Kell rata-rata
=129cm
-Mahoni
Jumlah=13
Kell rata-rata
=19,61cm
-Sengon
Jumlah=1
Kell=96cm
-Juwet
Jumlah=1
Kell=61,7cm
-Lirisidi
Jumlah=1
Kell=36cm
-Lirisidi
Jumlah=10
Kell rata-rata
=27,04cm
-Juwet
Jumlah=1
Kell=45cm
-Mahoni
Jumlah=1
Kell=77cm
Tabel
4. Pengukuran Faktor
Abiotik di Kawasan Praci
No
Parameter
Plot
1
Plot
II
Plot
III
Hasil
Rata-rata
1.
Suhu OC
28
29
29
28,67
2.
pH
6
6,5
6,8
6,4
3.
Kelembaban
10
10
10
10
4.
Intensitas cahaya
368x10
518x10
354x10
413,3x10
Tabel 5. Pengukuran Faktor
Abiotik Kawasan Wanagama
No
Parameter
Plot
I (Utara)
Plot
II
(Selatan)
Plot
III
(Barat)
Plot
IV
(Timur)
Hasil
rata-rata
1.
Suhu
26
28
27
26
26,75
2.
pH
6
6,5
6,5
6
6,25
3.
Kelembaban
10
10
10
10
10
4.
Intensitas cahaya
790x10
513x10
740x10
690x10
683,25x10
Tabel 6. Pengukuran
Faktor Abiotik Kawasan Nglanggeran Yogyakarta
No.
Parameter
Plot
I
Plot
II
Plot
III
Hasil
rata-rata
1
Suhu
24,5
24
27
25,16
2
pH
7
7
7
7
3
Kelembaban
1
1
1
1
4
Intensitas cahaya
1995x10
900x10
750x10
1215x10
Tabel 7. Indeks Diversitas
a.Indek
Diversitas Pracimantoro
Arah
Plot
Species
ID
Utara
1
Jati
0
2
Nangka
0,113
Jati
0,05
3
Jati
0,116
Lamtoro
0,158
Selatan
1
Kelapa
0,156
Randu
0,138
Lamtoro
0,138
Jati
0,138
2
Jati
0
3
Nangka
0
Barat
1
Jati
0,155
Petai Cina
131
Nangka
0,104
Akasia
0,104
2
Jati
0,138
Yodium
0,138
Mindi
0,138
Pepaya
0,138
Petai Cina
0,138
3
Jambu
0,15
Kedondong
0,15
Nangka
0,15
Melinjo
0,15
Timur
1
Pisang
0,132
Mangga
0,156
2
Jati
0
3
Jati
0
b.Indeks
Diversitas Wanagama
Plot
Species
ID
1
Mahoni
0,156
Jati
0,158
Akasia
0,154
2
Mahoni
0,156
Akasia
0,132
3
Akasia
0,151
Gambilina
0,153
Bohemia
0,151
4
Jati
0
c.Indeks
Diversitas Nglanggeran
Plot
Species
ID
1
Akasia
0,059
Juwet
0,085
Annacardium
0,085
2
Pule ireng
0,128
Rumpeni
0,16
Akasia
0,123
3
Mahoni
0,0729
Sengon
0,0732
Juwet
0,0732
Lirisidi
0,0732
4
Lirisidi
0,0664
Mahoni
0,089
B.Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui
keberadaan keanekaragaman hayati ekosistem pegunungan karst, mengetahui
penyebaran spesies dan kondisi abiotik ekosistem, menganalisa keragaman
spesies, identifikasi biota dan komposisi vegetasi ekosistem pegunungan karst,
serta mengetahui struktur, karakter, dan komposisi spesies ekosistem pegunungan
karst.
Pada suatu kawasan distribusi tumbuhan pada suatu
komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi lingkungan dalam arti luas. Beberapa
jenis tumbuhan dalam hutan tropika teradaptasi dengan kondisi dibawah kanopi,
tengah, dan di atas kanopi yang intensitas cahayanya berbeda-beda. Keberhasilan
setiap jenis tumbuhan untuk hidup dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi
secara optimal terhadap factor abiotik atau lingkungan fisik.
Adapun faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi
keanekaragaman organisme pada suatu kawasan adalah
1.Intensitas
cahaya
Intensitas
cahaya berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban. Intensitas cahaya berbanding terbalik
dengan kelembaban dan berbanding lurus dengan suhu. Intensitas cahaya akan
menentukan tingkat pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme karena cahaya
merupakan materi yang dibutuhkan oleh setiap organisme
untuk bertahan hidup. Dari hasil pengukuran,
didapatkan hasil intensitas cahaya di daerah Praci=413,3x10,
Intensitas cahaya di
Wanagama=683,25x10, intensitas cahaya di daerah Nglanggeran Yogyakarta=1215x10.
2.Kelembaban
tanah
Kelembaban
tanah berpengaruh terhadap suhu dan banyaknya cahaya yang sampai ke bumi.
Semakin lembab suatu tempat maka semakin rendah suhunya.Kelembaban
tanah di daerah Praci=10, kelembaban tanah di daerah Wanagama=10, kelembaban
tanah di daerah Nglanggeran Yogyakarta=1.
3.pH
tanah
pH
tanah menunjukkan derajat keasaman suatu habitat. Keasaman tanah disebabkan
sedikitnya serasah-serasah daun yang membusuk dan bahan organik yang terdapat
di dalam tanah. Keasaman tanah yang mendukung untuk pertumbuhan serangga adalah
pH normal yaitu sekitar 7.Derajat keasaman (pH) adalah ukuran untuk
menentukan sifat asam dan basa. Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh
terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari organisme yang hidup di
dalamnya. Derajat keasaman diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan
pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat didalam air.
Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion
hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7
termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi
netral. pH tanah di daerah Praci=6,4; pH tanah di
Wanagama=6,25; pH tanah di daerah Nglanggeran Yogyakarta=7.
4.Suhu
Suhu berpengaruh
terhadap proses metabolisme sel organisme. Peningkatan suhu akan menyebabkan
peningkatan kecepatan proses metabolisme sel dan respirasi organisme, dan
selanjutnya mengakibatkan peningkatan dekomposisi bahan organik mikroba.
Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan organisme
adalah antara 20–30°C. Pengukuran
suhu di daerah Praci=28,67; pengukuran di daerah Wanagama=26,75; pengukuran
suhu di Nglanggeran Yogyakarta=25,16
Keanekaragam
flora yang terdapat pada kawasan praktikum kali sangat dipengaruhi oleh factor
abiotik yang terdapat dikawasan tersebut, flora yang terdapat pada kawasan
Praci, wanagama dan Ngelanggeran antara lain adalah
Jati adalah
sejenis pohon
penghasil kayu
bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi
30-40 m.
Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris).
Nama ini berasal dari kata thekku
dalam bahasa Malayalam,
bahasa di negara bagian Kerala
di India
selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona
grandis.
Jati memiliki pertumbuhan yang
lambat dengan 1"germinasi
rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami
menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati.
Jati biasanya diproduksi secara "konvensional
dengan menggunakan biji.
Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi
terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif telah
dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air,
memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam,
basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk
menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
FUNGSI EKOLOGI:Pohon jati termasuk
spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah
jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas
tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung
biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.Guguran daun lebar dan
rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga
menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar
yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh
banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar
justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk
berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.Tanah yang sesuai
adalah yang agak basa,
dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki "aerasi
yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P).
Pohon nangka
umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun
ada yang mencapai 30 meter. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar
1 meter. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat
terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat
apabila dilukai.
Buah majemuk
(syncarp) berbentuk gelendong
memanjang, seringkali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar
membentuk duri pendek lunak. 'Daging buah', yang sesungguhnya adalah
perkembangan dari tenda bunga,
berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum-manis yang keras,
berdaging, kadang-kadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk
bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut
tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit, endokarp yang liat
keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.
Fungsi ekologi :Pohon nangka dapat digunakan
dalam penghijauan. Pohon nangka berakar tunggang sehingga mampu mencegah erosi.
Disamping itu pohon tersebut juga mneghasilkan buah yang dpat dikonsumsi. Daun
nangka di konsumsi oleh hewan-hewan ternak maupun serangga.
Pohon atau perdu,
tinggi hingga 20m;
meski kebanyakan hanya sekitar 10m. Percabangan rendah, banyak, dengan pepagan
kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-ranting
bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat. 3025Daun majemuk menyirip
rangkap, sirip 3—10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat
sebelum pangkal sirip terbawah; daun penumpu kecil, segitiga. Anak daun tiap
sirip 5—20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang, 6—16(—21) mm
× 1—2(—5) mm, dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama),
permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.3025
Buahpolong bentuk pita
lurus, pipih dan tipis, 14—26 cm × 1.5—2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji,
hijau dan akhirnya coklat kering jika masak, memecah sendiri sepanjang
kampuhnya. Berisi 15—30 biji yang terletak melintang dalam polongan, bundar
telur terbalik, coklat tua mengkilap, 6—10 mm × 3—4.5 mm.
FUNGSI EKOLOGI:
Lamtoro, petai
cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae
(=Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan
atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika
tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun dimasukkan ke Jawa untuk kepentingan
pertanian dan kehutananHYPERLINK\l "cite_note-heyne_885.
Mahoni termasuk
pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125
cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat
kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan
kulit batang berwarna abu-abu
dan halus ketika masih muda, berubah menjadi cokelat tua, beralur dan
mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota
bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari
melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning
kecoklatan. Buahnya buah kotak,
bulat telur,
berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam
atau cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati
dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam
di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat
ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir payau dekat dengan pantai.HYPERLINK\l "cite_note-"
Fungsi ekologi:Pohon mahoni bisa
mengurangi polusi udara
sekitar 47% - 69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara
dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di
sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang
membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah
dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi
cadangan air. Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins. "Flavonolds
sendiri dikenal berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para
penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan
memakai buah ini sebagai obat.HYPERLINK\l "cite_note-urip-"
Akasia adalah
genus dari semak-semak
dan pohon
yang termasuk dalam subfamili"Mimosoideae dari familiFabaceae,
pertama kali diidentifikasi di Afrika oleh ahli botaniSwediaCarl Linnaeus
tahun 1773.
Banyak spesies Akasia non-Australia yang cenderung berduri, sedangkan mayoritas
Akasia Australia tidak. Akasia adalah tumbuhan polong,
dengan getah dan daunnya biasanya mempunyai bantalan tannin dalam jumlah
besar. Nama umum ini berasal dari ακακία (akakia),
nama yang diberikan oleh dokter-ahli botani Yunani awal "Pedanius Dioscorides (sekitar 40-90 Masehi)
untuk pohon obat 1"A. nilotica
dalam bukunya "Materia Medica.
Nama ini berasal dari kata bahasa Yunani
karena karakteristik tanaman Akasia yang berduri, ακις (akis, "duri"). Nama spesies nilotica diberikan oleh Linnaeus dari jajaran pohon Akasia yang
paling terkenal di sepanjang sungai Nil.
FUNGSI EKOLOGI:Akar akasia mampu
menahan tanah dan menahan air sehingga mencegah terjadinya erosi dan banjir.
daun akasia adalah makanan dari gajah, sehingga keberadaannya mempengaruhi
populasi hewan pemakan daun terutama gajah.
Pohon yang kokoh dan
tidak menggugurkan daun, kadang-kadang berbatang bengkok, tinggi
hingga 20 m
dan gemang mencapai 90 cm.
Bercabang rendah dan bertajuk bulat atau tidak beraturan. Daun-daunnya terletak
berhadapan, bertangkai 1-3,5 cm. Helaian daun bundar telur terbalik agak jorong
sampai jorong lonjong, 5-25 x 2-10 cm, pangkal berbentuk pasak atau membundar,
ujung tumpul atau agak melancip, bertepi rata, men1"jangat
tebal dengan tepi yang tipis dan agak tembus pandang. Hijau tua berkilat di
sebelah atas, daun jamblang agak berbau "terpentin
apabila diremas. Daun yang muda berwarna merah jambu.
Buah buni berbentuk lonjong
sampai bulat telur, sering agak bengkok, 1-5 cm, bermahkota cuping kelopak,
dengan kulit tipis licin mengkilap, merah tua sampai ungu kehitaman,
kadang-kadang putih. Sering dalam gerombolan besar. Daging buah putih, kuning
kelabu sampai agak merah ungu, hampir tak berbau, dengan banyak sari buah,
sepat masam sampai masam manis. Biji lonjong, sampai 3,5 cm.
FUNGSI EKOLOGI:Pohon jamblang juga
sering ditanam sebagai pohon peneduh di pekarangan dan perkebunan (misalnya
untuk meneduhi tanaman kopi),
atau sebagai penahan angin (wind break).
Bunga-bunganya baik sebagai pakan lebah madu.
Pohon berukuran
sedang, tinggi sampai dengan 12 m, dengan tajuk
melebar, sangat bercabang-cabang, dan selalu hijau. Tajuk bisa jadi tinggi dan
menyempit, atau rendah dan melebar, bergantung pada kondisi lingkungannya.
Daun-daun
terletak pada ujung ranting. Helai daun bertangkai, bundar telur terbalik,
kebanyakan dengan pangkal meruncing dan ujung membundar, melekuk ke dalam, gundul,
8–22 × 5–13 cm.28nux.29"Buah geluk
berwarna coklat tua, membengkok, tinggi lk 3 cm.
1FUNGSI
EKOLOGI:Tanaman
ini berfungsi sebagai produsen. daunnya di konsumsi hewan-hewan pemakan daun.
Pohonnya yang rindang juga digunakan sebagai peneduh.Buah sejatinya yang berupa biji dikonsumsi
oleh hewan-hewan pemakan biji.
Pohon dengan batang
tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan
berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai.
Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe
monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya
kurang baik digunakan untuk bangunan. Daun tersusun secara majemuk, menyirip
sejajar tunggal, pelepah pada ibu tangkai daun pendek, duduk pada batang, warna
daun hijau kekuningan. Buah
besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau,
atau coklat; buah tersusun dari "mesokarp
berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi bagian endokarp
yang keras (disebut 1"batok)
dan kedap air; endokarp melindungi biji yang hanya dilindungi
oleh membran yang melekat pada sisi dalam endokarp. "Endospermium
berupa cairan yang mengandung banyak enzim, dan fasa padatannya mengendap pada
dinding endokarp ketika buah menua; embrio kecil dan baru membesar ketika buah
siap untuk berkecambah (disebut kentos).
Fungsi ekologi:Kelapa adalah pohon
serba guna bagi masyarakat tropika. Hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan
orang. Akar kelapa menginspirasi penemuan teknologi penyangga bangunan Cakar Ayam.
Batangnya, yang
disebut glugu dipakai orang sebagai
kayu dengan mutu menengah, dan dapat dipakai sebagai papan untuk rumah. Daunnya
dipakai sebagai atap rumah setelah dikeringkan. Daun muda kelapa, disebut janur, dipakai sebagai bahan anyaman
dalam pembuatan ketupat
atau berbagai bentuk hiasan yang sangat menarik, terutama oleh masyarakat Jawa
dan Bali
dalam berbagai upacara, dan menjadi bentuk kerajinan tangan yang berdiri
sendiri (seni 1"merangkai janur).
Tangkai anak daun yang sudah dikeringkan, disebut lidi, dihimpun menjadi satu menjadi sapu.
Tandan bunganya, yang disebut mayang (sebetulnya nama ini umum bagi
semua bunga palma), dipakai orang untuk hiasan dalam upacara perkawinan dengan
simbol tertentu. Bunga betinanya, disebut bluluk
(bahasa Jawa),
dapat dimakan. Cairan manis yang keluar dari tangkai bunga, disebut (air) nira atau legèn (bhs. Jawa), dapat diminum sebagai penyegar atau difermentasi
menjadi tuak.
Buah
kelapa adalah bagian paling bernilai ekonomi. Sabut,
bagian mesokarp
yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai bahan bakar, pengisi jok kursi, anyaman
tali, keset,
serta 1"media tanam bagi anggrek.
Tempurung atau batok, yang sebetulnya adalah bagian endokarp, dipakai
sebagai bahan bakar, pengganti 1"gayung,
wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk "kerajinan tangan.
Endosperma
buah kelapa yang berupa cairan serta endapannya yang melekat di dinding dalam
batok ("daging buah kelapa") adalah sumber penyegar populer. Daging
buah muda berwarna putih dan lunak serta biasa disajikan sebagai es kelapa muda atau es degan. Cairan ini mengandung beraneka enzim dan memilki khasiat
penetral racun dan efek penyegar/penenang. Beberapa kelapa bermutasi sehingga
endapannya tidak melekat pada dinding batok melainkan tercampur dengan cairan
endosperma. Mutasi ini disebut (kelapa) kopyor.
Daging buah tua kelapa berwarna putih dan mengeras. Sarinya diperas dan
cairannya dinamakan santan.
Daging buah tua ini juga dapat diambil dan dikeringkan serta menjadi komoditi
perdagangan bernilai, disebut kopra.
Kopra adalah bahan baku pembuatan minyak kelapa
dan turunannya. Cairan buah tua kelapa biasanya tidak menjadi bahan minuman penyegar
dan merupakan limbah industri kopra. Namun demikian dapat dimanfaatkan lagi
untuk dibuat menjadi bahan semacam jelly
yang disebut nata de coco
dan merupakan bahan campuran minuman penyegar. Daging kelapa juga dapat
dimanfaatkan sebagai penambah aroma pada daging serta dapat dimanfaatkan
sebagai obat rambut yang rontok dan mudah patah.
Merupakan pohon dengan tinggi
mencapai 70 m. Akar menyebar horizontal, di permukaan tanah. Batang dengan atau
tanpa cabang, kadang-kadang berduri. Daun majemuk, berseling; memanjang -
lanset, gundul. Bunga bisexual; kelopak menggenta, di bagian luar gundul;
mahkota bunga memanjang-bulat telur terbalik, bersatu pada pangkal, biasanya
berwarna putih kotor dengan bau seperti susu, di bagian dalam gundul dan di
bagian luar berambut lebat seperti sutra; benang sari bersatu pada pangkal
dalam kolom staminal, kepala sari bergelung atau seperti ginjal. Buah ketika
masak berubah menjadi coklat, dengan banyak biji. Biji bulat telur, coklat tua,
putih, kuning muda atau berwarna seperti sutra.
Fungsi ekologi:Buah Ceiba pentandra
merupakan sumber serat, digunakan untuk bahan dasar matras, bantal, hiasan
dinding, pakaian pelindung dan penahan panas dan suara. Tali pinggang untuk
menolong orang yang tenggelam ("lifebelts") dan jaket penolong
("life-jackets") dibuat dari serat kapuk, tetapi hanya efektif ketika
tidak ada minyak didalam air. Selama Perang Dunia Kedua banyak orang tenggelam
karena jaket penolong mereka kehilangan daya mengapungnya; sekarang digunakan
bahan sintetik. Di Jawa, plasenta dihancurkan untuk memproduksi serat kapuk
kualitas sekunder untuk membuat matras yang lebih murah dan sebagai penyerap
air laut yang terkontaminasi minyak. Bahan plasenta juga digunakan untuk
mengkultur jamur. Kulit buah sebagai pengganti bahan kertas untuk pembuatan
kertas di Jawa.; Kulit kaya akan potasium dan abu yang dapat digunakan sebagai
pupuk.
Pohon mangga
berperawakan besar, dapat mencapai tinggi 40 m atau lebih, meski
kebanyakan mangga peliharaan hanya sekitar 10 m atau kurang. Batang mangga
tegak, bercabang agak kuat; dengan daun-daun lebat membentuk tajuk yang indah
berbentuk kubah, oval atau memanjang, dengan diameter sampai 10 m. Kulit
batangnya tebal dan kasar dengan banyak celah-celah kecil dan sisik-sisik bekas
tangkai daun. Warna pepagan (kulit batang) yang sudah tua biasanya coklat
keabuan, kelabu tua sampai hampir hitam.
Daun yang masih muda biasanya
bewarna kemerahan, keunguan atau kekuningan; yang di kemudian hari akan berubah
pada bagian permukaan sebelah atas menjadi hijau mengkilat, sedangkan bagian
permukaan bawah berwarna hijau muda. Umur daun bisa mencapai 1 tahun atau
lebih.
Bunga mangga biasanya bertangkai
pendek, jarang sekali yang bertangkai panjang, dan berbau harum. Bakal buahnya
tidak bertangkai dan terdapat dalam suatu ruangan, serta terletak pada suatu
piringan. Tangkai putik mulai dari tepi bakal buah dan ujungnya terdapat kepala
putik yang bentuknya sederhana. Dalam suatu bunga kadang-kadang terdapat tiga
bakal buah.
Buah mangga termasuk kelompok buah batu
(drupa) yang berdaging, dengan ukuran
dan bentuk yang sangat berubah-ubah bergantung pada macamnya, mulai dari bulat
(misalnya mangga gedong), bulat telur (gadung, indramayu, arumanis) hingga
lonjong memanjang (mangga golek).Kulit
buah agak tebal berbintik-bintik kelenjar; hijau, kekuningan atau kemerahan
bila masak.
Fungsi ekologi:Mangga terutama ditanam
untuk buahnya. Buah yang matang umum dimakan dalam keadaan segar, sebagai 1"buah meja atau campuran es,
dalam bentuk irisan atau diblender. Buah yang muda kerapkali dirujak,
atau dijajakan di tepi jalan setelah dikupas, dibelah-belah dan dilengkapi
bumbu garam
dengan cabai.
Buah mangga juga diolah sebagai 1"manisan,
irisan buah kering, dikalengkan dan lain-lain. Biji mangga dapat dijadikan
pakan ternak atau unggas; di India bahkan dijadikan bahan pangan di masa
paceklik. Daun mudanya dilalap atau dijadikan sayuran. Kayu mangga cukup kuat,
keras dan mudah dikerjakan; namun kurang awet untuk penggunaan di luar. Kayu
ini juga dapat dijadikan arang
yang baik.
Pisang termasuk
klas tanaman monokotil. tanamnanya berupa semak aatu pohon yang kerap kali
dengan batang semu yang terdiri dari pelepah daun. daun terdiri dari dua baris
atau spiral dengan pelepah yang tumbuh sempurna. berumpun dengan akar rimpang.
Tinggi 3,5-7,5 cm. Daun-daun tersebar; helaian daun berbentuk lanset memanjang.
Bunga berkelamin satu dan berumah satu dalam satu tandan. Tandan bertangkai
0,5-1,5 m dengan daun penumpu yang berjejal rapat dan tersusun spiral. Daun
pelindung tandan berwarna merah tua, berlilin, mudah rontok dengan panjang
10-25 cm yang masing-masing dalam ketiaknya terdapat banyak bunga yang tersusun
dalam dua baris melintang. Bagian ujung tandan yang belum terbuka, masih
menggantung. Bunga betina di bawah, yang jantan di atas. Benang sari lima dan
pada bunga betina tidak sempurna.
Fungsi ekologi:Bonggol pisang biasanya
digunakan sebagai tempat tinggal maupun sebagai sumber makanan untuk
hewan-hewan makrofauna tanah seperti cacing, semut, dan lain-lain. Daun pisang
juga sebagai makanan bagi hewan-hewan herbivora terutama serangga.
Tanaman mindi
(Melia azedarach L) pada umumnya berbuah pada bulan Desember-Januari, walaupun
ada sebagian kecil yang masih berbuah diluar bulan-bulan tersebut
Buah mindi merupakan buah batu
(drupe). Buah yang masak dicirikan oleh warna kulit buah kuning, berukuran
1,0-1,8 cm dan bersifat polyembrioni, dimana dalam satu benih terdapat empat
hingga enam lokus yang masing-masing berisi satu benih berukuran kecil . Pohon
mindi memiliki sebaran alami di India dan Burma kemudian banyak ditanam di
daerah tropis dan sub tropis termasuk di Indonesia (Wardani, 2001). Di
Indonesia jenis ini tersebar di pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Nusa
Tenggara Barat. Pohon mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran
tinggi, pada 0-1200 meter diatas permukaan laut. Dapat tumbuh pada suhu -5OC
sampai dengan 39OC, dengan curah hujan rata-rata pertahun 600-2000 mm.
Fungsi ekologi:Tanaman mindi merupakan
tanaman serbaguna karena seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan. Kayu Mindi dapat
digunakan untuk venir indah, mebel, bahan baku lantai kayu dan barang kerajinan
lainnya. Kayu mindi dapat digunakan untuk kotak kayu, batang korek api, papan
dan papan bangunan serta vinir hias. Bahan aktif yang terkandung dalam tanaman
mindi adalah azadirachtin, selanin dan meliantriol. Daun dan biji mindi dilaporkan
dapat digunakan sebagai pestisida nabati dengan cara menghaluskan lalu
mencampurnya dengan air atau pelarut lain. Biji mindi dengan konsentrasi
sekitar 5% yang dilarutkan dalam air dan ditambah sedikit deterjen dapat
digunakan sebagai insektisida. Sekitar 50 gram daunnya yang direndam dalam 1
liter air dengan sedikit deterjen dan diendapkan semalam dapat digunakan
sebagai insektisida, selain itu ekstrak daun mindi digunakan sebagai bahan
untuk mengendalikan hama termasuk belalang.
Kulit mindi berguna sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus
sedangkan kulit, daun, dan akar tanaman mindi telah digunakan sebagai obat rematik,
demam, bengkak dan radang.
Pohon pepaya
umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m
dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas.
Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian
tengah. Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak. Pepaya kultivar biasanya
bercangap dalam.
Bentuk buah bulat hingga
memanjang, dengan ujung biasanya meruncing. Warna buah ketika muda hijau gelap,
dan setelah masak hijau muda hingga kuning. Bentuk buah membulat bila berasal
dari tanaman betina dan memanjang (oval) bila dihasilkan tanaman banci. Tanaman
banci lebih disukai dalam budidaya karena dapat menghasilkan buah lebih banyak
dan buahnya lebih besar. Daging buah berasal dari karpela yang menebal,
berwarna kuning hingga merah, tergantung varietasnya. Bagian tengah buah
berongga. Biji-biji
berwarna hitam atau kehitaman dan terbungkus semacam lapisan berlendir (pulp) untuk mencegahnya dari kekeringan.
Dalam budidaya, biji-biji untuk ditanam kembali diambil dari bagian tengah
buah.
Jambu air
umumnya berupa perdu, dengan tinggi 3-10 m.
Sering dengan batang
bengkak-bengkok dan bercabang mulai dari pangkal pohon, kadang-kadang gemangnya
mencapai 50 cm.
Buah
bertipe buah buni, berbentuk gasing dengan pangkal
kecil dan ujung yang sangat melebar (sering dengan lekukan sisi yang memisahkan
antara bagian pangkal dengan ujung); Daging buah putih, banyak berair, hampir
tidak beraroma; berasa asam
atau asam manis, kadang-kadang agak sepat. Biji berukuran
kecil, 1-2(-6) butir
Fungsi ekologi:Jambu air, seperti
halnya jambu semarang
dan jambu bol,
biasa disajikan sebagai buah meja. Ketiga jenis jambu ini memiliki pemanfaatan
yang kurang lebih serupa dan dapat saling menggantikan. Buah-buah ini umumnya
dimakan segar, atau dijadikan sebagai salah satu bahan rujak. Aneka jenis
jambu ini juga dapat di1"setup
atau dijadikan asinan.
Kayunya
yang keras dan berwarna kemerahan cukup baik sebagai bahan bangunan, asalkan
tidak kena tanah. Hanya biasanya ukurannya terlalu kecil. Baik pula digunakan
sebagai "kayu bakar.
Sengon atau
albasia (parasenanthes falcataria/albizia
falcatara), kadang-kadang orang menyebutnya jeungjing, merupakan tanaman
kayu yang dapat mencapai diameter cukup besar apabila telah mencapai umur
tertentu. Tanaman sengon dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang sangat
luas, dengan demikian dapat tumbuh dengan baik hampir di sembarang tempat.
Tajuk tanaman sengon berbentuk
menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon
tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah
rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan
sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang
cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak
rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk
menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi
subur.
Buah sengon berbentuk polong,
pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 –
30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna
coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.
Melinjo merupakan
tumbuhan tahunan 1"berbiji terbuka,
berbentuk pohon
yang be1"rumah dua (dioecious, ada individu jantan dan betina).
Bijinya tidak terbungkus daging tetapi terbungkus kulit luar. Batangnya kokoh
dan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Daunnya
tunggal berbentuk "oval dengan ujung tumpul. Melinjo tidak
menghasilkan bunga
dan buah
sejati karena bukan termasuk tumbuhan berbunga. Yang dianggap sebagai buah
sebenarnya adalah biji
yang terbungkus oleh selapis "aril
yang berdaging.
Tanaman melinjo dapat tumbuh pada
tanah-tanah liat/lempung,
berpasir dan berkapur, tetapi tidak tahan terhadap tanah yang tergenang air
atau yang berkadar asam tinggi dan dapat tumbuh dari ketinggian 0 - 1.200 m dpl.
Lahan yang akan ditanami melinjo harus terbuka atau terkena sinar matahari,
lubang tanam berukuran 60 X 60 X 75 cm, dengan jarak tanam 6 - 8 m.
Melinjo dapat ditemukan di daerah
yang kering sampai tropis./l0"[1]
Untuk tumbuh dan berkembang, melinjo tidak memerlukan tanah yang bernutrisi
tinggi atau iklim
khusus. Melinjo dapat beradaptasi dengan rentang suhu yang luas. Hal inilah
yang menyebabkan melinjo sangat mudah untuk ditemukan di berbagai daerah
kecuali daerah pantai
karena tumbuhan ini tidak dapat tumbuh di daerah yang memiliki kadar garam
yang tinggi.
Fungsi ekologi:
Melinjo jarang dibudidayakan secara
intensif. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan dan alat rumah tangga
sederhana. Daun mudanya (disebut sebagai so
dalam bahasa Jawa)
digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asem).
Bunga (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak
dijadikan juga sebagai sayuran. Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping.
Kulitnya bisa dijadikan abon kulit melinjo.0
Indeks diversitas adalah
nilai yang menyatakan tinggi rendahnya keberagaman spesies-spesies penyusun
suatu komunitas pada suatu area tertentu. Nilai ini dapat menunjukkan atau
berfungsi sebagai indikator kestabilan ekosistem. Semakin tinggi indeks
diversitas, maka semakin stabil ekosistemnya. Terdapat berbagai pendekatan
statistik yang digunakan untuk menyatakan atau menghitung indeks diversitas,
antara lain:
ID Simpson (D)= 1-∑ 〖(pi)〗^2
ID Shannon-Wienner (H)= -∑
pi logpi
Keterangan:
pi = nilai pi sering
dinyatakan dengan m/M; m adalah nilai penting suatu spesies. M adalah total
nilai penting seluruh spesies. Namun dalam praktikum ini, hanya digunakan
pendekatan statistik dengan rumus ID Shannon – Wienner.
Berdasarkan hasil
perhitungan, secara keseluruhan spesies yang memiliki indeks diversitas
tertinggi adalah Petai Cina yang terdapat pada wilayah Pracimantoro bagian
barat dengan nilai 0,159, Jati yang terdapat pada wilayah Wanagama dengan nilai
0,158, dan Rumpeni yang terdapat pada wilayah Nglanggeran 0,16. Namun dari
ketiga wilayah tersebut, Rumpeni memiliki indeks diversitas paling tinggi.
Nilai indeks diversitas
berkisar antara 0-7. ID dinyatakan rendah apabila nilainya lebih kecil dari 2,
dinyatakan sedang apabila nilainya berkisar 2-4, dan dinyatakan tinggi apabila
nilainya lebih besar dari 4. Berdasarkan ketentuan tersebut, keanekaragaman
jenis di area kajian tergolong rendah. Hal ini berhubungan dengan dengan faktor
abiotik dan kompetisi antarspesies yang akhirnya menimbulkan dominansi spesies
tertentu. ID digunakan untuk mempelajari pengaruh dari gangguan tehadap
lingkungan atau untuk mengetahui tahap suksesi dan kestabilan dari komunitas
tumbuhan.
Profil Gunung Api Purba
Nglanggeran
Gunung
Nglanggeran terletak di desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk kabupaten
Gunungkidul. Berada dikawasan Baturagung di bagian utara Kabupaten Gunungkidul
dengan ketinggian antara 200-700 mdpl dengan suhu udara rata-rata 23˚ C – 27˚
C, jarak tempuh 20 km dari kota Wonosari dan 25 km dari kota Yogyakarta. Ada 2
jalur jalan untuk menuju Objek Wisata ini melalui jalan aspal yang mulus, jika
dari arah Wonosari kita melewati Bunderan Sambipitu, ambil kanan arah ke dusun
Bobung/kerajinan Topeng, kemudian menuju Desa Nglanggeran ( Pendopo Joglo
Kalisong/Gunung Nglanggeran ). Jika dari arah Jogjakarta : Bukit Bintang Patuk,
Radio GCD FM belok kiri kira-kira 7 KM ( arah desa Ngoro-oro lokasi
stasiun-stasiun Transmisi ), menuju desa Nglanggeran (Pendopo Joglo
Kalisong/Gunung Nglanggeran ).
Kawasan ini
merupakan kawasan yang litologinya disusun oleh material vulkanik tua dan
bentang alamnya memiliki keindahan dan secara geologi sangat unik dan bernilai
ilmiah tinggi. Dari hasil penelitian dan referensi yang ada, dinyatakan Gunung
Nglanggeran adalah Gunung Berapi Purba. Kita sudah sering mendengar dan melihat
gambar tentang manusia Purba, nah seperti apakah Gunung Berapi Purba??? Lihat
keindahan dan Panorama Alamnya di lokasi wisata ini. Bongkahan batu yang
menjulang tinggi seperti gedung bertingkat dan mall yang dulunya merupakan
gunung berapi aktif ( 60 juta thn yang lalu ) sekarang dapat kita duduki sambil
menghirup udara segar sambil berfoto-foto.
Ada bangunan
Joglo ( Pendopo Joglo Kalisong ) di pintu masuk dan bila kita melangkah kejalan
setapak untuk mendaki gunung, maka ada 3 bangunan gardu pandang sederhana dari
ketinggian yang rendah, sedang sampai puncak gunung. Permadani hijau yang
terhampar kala memandang ke bawah, melihat ladang, kebun, dan bangunan tower
dan berbagai stasiun televisi yang jumlahnya cukup banyak, manambah keindahan
alam. Lokasi ini sangat cocok untuk panjat tebing, tracking, jelajah wisata out
bond, makrab, dan bekemah.
Banyak
wisatawan lokal, dan ada juga sesekali wisatawan asing mengunjungi Gunung
Nglanggeran untuk menikmati keindahan pemandangan, mencoba menaklukkan
batu-batu besar untuk didaki, dan banyak juga yang hanya sekedar melepas
kepenatan dari aktifitas kerja keseharian dan kebisingan kota.
Profil
Pracimantoro
Kecamatan
Pracimantoro merupakan salah satu dari 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri
Provinsi Jawa Tengah. Terletak di wilayah di bagian selatan. Di di sebelah
utara berbatasan dengan kecamatan Eromoko, di sebelah barat dengan Kabupaten
Gunung Kidul, DIY, sebelah timur dengan kecamatan Giritontro dan sebelah
selatan dengan kecamatan Paranggupito. Kecamatan Pracimantoro mempunyai luas
wilayah 14.214,3245 ha yang mempunyai ketinggian 250 m diatas pernukaan air
laut. Wilayah yang Luasnya 142,14 km² ini berpenduduk 59.242 (2003)
Kepadatan 417 jiwa per km² (2003). Tahun 2010 jumlah penduduknya mencapai
72,391 jiwa.
Profil Hutan Wanagama
Kawasan
Hutan Pendidikan Wanagama yang luasnya hampir mencapai 600 hektar ini merupakan
tumpuan harapan bagi banyak orang yang bermukim di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) dan sekitarnya untuk kepentingan ekonomis ataupun kebutuhan akan jasa
lingkungan sebagai paru – paru kota , insane pendidikan sebagai media
pembelajaran alamiah ataupun oleh pemerintah daerah sebagai salah satu aset
wisata alam bagi daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Eucalyptus pellita dan
Jati (Tectona grandis) yang saat ini mencapai ratusan pohon dalam
kawasan Hutan Wanagama telah menjadi salah satu jenis tanaman yang penting
dalam pembangunan hutan di Indonesia khususnya untuk jenis hutan tanaman baik
untuk keperluan industri maupun pendidikan dan penelitian dimana sejak akhir tahun
1980-an . Kedua jenis ini banyak dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan
warga masyarakat akan kayu di pasaran karena kemampuan adaptasi yang tinggi
terutama pada tanah-tanah marginal bekas padang alang-alang (Imperatacylindrica)
seperti di daerah Wanagama, pertumbuhannya cepat, bentuk pohon bagus, relatif
tahan terhadap hama dan penyakit, kayunya memiliki sifat-sifat yang baik
sebagai bahan baku pulp dan kertas, untuk pertukangan, konstruksi ringan dan
teknik silvikulturnya mudah. Walaupun
Eucalyptus pellita dan Tectona grandis mempunyai berbagai macam
kelebihan namun di sisi lain kedua jenis ini tidak tahan terhadap serangan hama
dan penyakit, yang disebabkan oleh serangga, virus, atupun jamur. Saat ini
dalam Kawasan Hutan Wanagama ditemukan hampir sebagian besar tegakan Jati dan Eucalyptus
telah mengalami penurunan kwalitas tegakan yang cukup besar, hal ini ditandai
dengan adanya kerusakan, kematian ataupun perubahan penampakan fisik beberapa
tegakan dalam plot – plot penananam dari pucuk daun hingga akar pohon yang disebabkan
oleh berbagai macam faktor penyebab baik faktor biotic maupun abiotik.
BAB
V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Keanekaragaman flora pada kawasan Praci, Wanagama, dan
Ngelanggeran dipengaruhi oleh factor abiotik yang meliputi suhu, pH, kelembapan
tanah, intensitas cahaya dan keadaan tanah. Jenis flora pada daerah praci
kebanyakan floranya merupakan tanaman budidaya semisal pohon Nangka, pohon
Pisang, pohon Pepaya, pohon Mangga, pohon kelapa, namun ada pula tanaman hutan
semisal jati. Sedangkan pada daerah wanagama dan ngelanggeran flora yang banyak
terdapat disana merupakan tanaman hutan yaitu Jati, Mahoni, Akasia, Pule ireng,
sengon, lirisidi, duwet, rempeni dan sebagainya. Untuk perhitungan indeks
diversitas didapat hasil yang tertinggi adalah Petai Cina yang terdapat pada
wilayah Pracimantoro bagian barat dengan nilai 0,159, Jati yang terdapat pada
wilayah Wanagama dengan nilai 0,158, dan Rumpeni yang terdapat pada wilayah
Nglanggeran 0,16.
B.Saran
Keanekaragaman spesies di wilayah Pracimantoro,
Wanagama, dan Nglanggeran diharapkan tetap terjaga kelestariannya dan tatanan
ekosistem tetap terjaga serta diharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Bruce
D. Clarkson. 1990. A Review Of Vegetation Development Following Recent (<450
Years) Volcanic Disturbance In North Island, New Zealand. New Zealand Journal
Of Ecology, Vol. 14, 1990
Bronto, S. dan Hartono U., 2003. Strategi Penelitian Emas Berdasar
Konsep Pusat Gunung Api. Proseedings Koloqium ESDM 2002, h. 172-189.
David
M. Wilkinson. 2004. The parable of Green Mountain: Ascension Island, ecosystem
construction and ecological fitting. Journal of Biogeography (J. Biogeogr.)
(2004) 31, 1–4
Del
Moral, R. 1993. Mechanisms of primary succession on volcanoes: a view from
Mount St. Helens. In J. Miles and D. H. Walton [eds.], Primary
succession on land, 79–100. Blackwell Scientific Publications, London, UK.
Leveque,
C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John Wiley Ludwiq,
J.A., and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecoloqy a Primer on Methods and
Computing. New York: John Wiley & Sons
Sarkar,
A., Molla Huq, and Syed Shahadat Hossain. 2010. Consideration Of Detectability
And Sampling In Measuring Biodiversity. Pak. J. Statist. 2010 Vol. 26(2),
339-355
Wright,
B. E. 2010. Measuring and Mapping Indices of Biodiversity Conservation
Effectiveness. Icarus Journal 2010
Rus Abdissalam, Sutikno Bronto, Agung Harijoko, dan
Agus Hendratno. 2009. Identifikasi
Gunung Api Purba Karangtengahdi
Pegunungan Selatan, Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal
Geologi Indonesia, Vol. 4 No. 4 Desember 2009: 253-267
Ulfiyah
A. Rajamuddin1, Syamsul A. Siradz, Bostang Radjagukguk. 2006. Karakteristik Kimiawi Dan Mineralogi Tanah
Pada Beberapa Ekosistem Bentang Lahan Karst Di Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 6 (1) (2006) p: 1-12
Roger
Del Moral2 And Andrew J. Eckert. 2005.Colonization Of Volcanic Deserts From Productive Patches1.
American Journal Of Botany 92(1): 27–36. 2005.
Siradz, S.A. 2004. “Identifikasi Hara
Pembatas pada Lahan Karst Gunung Sewu – Gunung Kidul”. Jogjakarta: UGM Press
Wijayakusuma, H.M Hembing
.1994. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta: Pustaka Kartini. hlm.
94-96. ISBN 979-454-083-8.
Sunarto, Toto .2002.
Pengujian Serbuk Daun Aglaia Odorata lour., Melia zedarach linn., dan
chromolaena Odorata linn.Terhadap Penyakit Bengkak Akar (Meloidogyne spp.)Pada Tanaman Tomat. Bandung: Universitas
Padjajaran. hlm. 3.